Angkutan Logistik dan Bus Listrik Karya Anak Negeri
Kendaraan listrik roda tiga dan bus karya Institut Teknologi Bandung hendak dikomersialkan PT Allied Harvest Indonesia. Seluruh riset dan produksi kendaraan listrik ini dikembangkan di dalam negeri.
Era kendaraan listrik di depan mata. Banyak produsen dari luar negeri berbondong-bondong meramaikan bursa otomotif dalam negeri. Besarnya pasar kendaraan penumpang, regulasi dan insentif kendaraan listrik dari pemerintah, hingga target Indonesia mencapai nol emisi karbon pada 2060, membuat bisnis kendaraan listrik menjanjikan.
Kendaraan listrik, khususnya motor dan mobil penumpang, mulai digandrungi. Asosiasi Sepeda Motor Listrik Indonesia mencatat, dalam tiga tahun terakhir penjualan sepeda motor listriklebih dari 30.000. Adapun data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, penjualan mobil listrik dalam negeri sepanjang 2022 mencapai 20.681 unit, meroket 545,2 persen dibandingkan 2021 sebanyak 3.205 unit
Tak ketinggalan, PT Allied Harvest Indonesia menggarap kendaraan listrik untuk angkutan logistik roda tiga dan angkutan massal dalam bentuk bus. Perusahaan energi fosil terafiliasi global ini mulai melirik bisnis energi hijau dua tahun terakhir. Mereka pun tertarik mengembangkan kendaraan listrik karya anak negeri.
Perusahaan ini menggandeng dua pusat studi di Institut Teknologi Bandung (ITB). Pertama, National Center for Sustainable Transportation Technology (NCSTT) yang mengembangkan dua tipe kendaraan listrik, yakni angkutan roda tiga berjuluk E-Trike dan bus listrik ukuran sedang, E-Bus. Kedua, Pusat Artificial Intelligence (AI) ITB yang digandeng untuk melengkapi keandalan teknologi pada proyek tersebut.
Baca juga: Dinilai Kurang Tepat Menjawab Kemacetan, DKI Tetap Akan Adakan 21 Unit Mobil Listrik
Roren Nugraha, Chief Business Development Officer PT Allied Harvest Indonesia, mengatakan, ada alasan pemilihan dua jenis kendaraan tersebut daripada motor atau mobil standar penumpang. "Kami tidak mau berkompetisi dengan pemain-pemain besar. Kami mau ambil pangsa pasar yang belum banyak saingan, khususnya E-Trike," ujarnya di Penang, Malaysia, Kamis (2/3/2023).
Desain dua kendaraan listrik itu pun memenuhi harapan PT Allied Harvest Indonesia karena mampu mengisi kebutuhan dalam negeri. Baik E-Trike maupun E-Bus akan dipasarkan kepada pemerintah dan swasta yang melakukan usaha dalam bidang logistik dan pariwisata.
"Kami juga bekerja cepat agar dapat mendahului persaingan dari negara-negara produsen luar. Pasar di Asia sudah ada beberapa yang menunjukkan ketertarikannya dengan produk E-Trike ini, misalnya, seperti Bangladesh, Nepal, dan Malaysia," imbuh Roren.
Lokalitas
Kendaraan roda tiga E-Trike, yang diteliti sejak 2016, berfungsi membawa barang atau penumpang. Saat ini, sepuluh prototipe E-Trike telah dikembangkan. Kendaraan dengan lebar tidak lebih dari satu meter ini memiliki hanya satu kursi di depan untuk kemudi. E-Trike mampu membawa beban sampai 400 kilogram.
Bodi kendaraan belakang kemudi terdiri dari tiga model, yaitu dengan bak terbuka untuk barang, bak tertutup untuk barang, dan semi tertutup dengan beberapa kursi untuk penumpang. Kendaraan ini dapat menempuh kecepatan maksimal 60 kilometer (km) per jam. E-Trike yang baterainya terisi penuh hanya dalam dua jam dapat menjangkau jarak 120 km.
Sedangkan, E-Bus yang juga dikembangkan sejak 2016, didesain dengan panjang 8,5 meter dan lebar 2,1 meter. Bus yang menyediakan 35 kursi ini akan dapat menempuh jarak maksimal 100 km per jam. Dengan kapasitas baterai berkisar 200 kilowatt-jam (kWh), bus model ini dapat diisi penuh dalam waktu satu setengah jam.
Dua kendaraan yang diinisiasi ITB itu diciptakan dengan memanfaatkan hasil riset dan produksi dalam negeri. Peneliti NCSTT, Bentang Arief Budiman, mengatakan, proyek yang didanai oleh beberapa pendanaan itu bertujuan untuk menguasai ekosistem teknologi kendaraan listrik.
"Pengembangan dilakukan mulai dari dari segi desain, manufaktur, integrasi sistem dan subsistem, maupun teknologi komponen kunci seperti motor listrik, baterai, dan sistem kontrol," kata dosen di Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB itu.
Mengenai penggunaan komponen lokal, kedua jenis kendaraan listrik itu juga berusaha memenuhi standar Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), yang diatur pemerintah. E-Trike misalnya didesain dengan 90 persen TKDN dan E-Bus akan memiliki 50 persen TKDN.
Pengembangan cip
Kedua jenis kendaraan itu akan dipasangi semikonduktor atau cip yang dirancang khusus. NCSTT dan Pusat AI ITB terlibat dalam membangun cip berbasis AI atau kecerdasan buatan untuk sistem manajemen baterai (Battery Management System/BMS) dan unit kontrol kendaraan (Vehicle Control Unit/VCU).
Cip untuk BMS dan VCU menjadi komponen penting dalam kendaraan listrik selain baterai. Kebanyakan cip di kendaraan listrik yang beredar di dalam negeri dibeli jadi dari pabrikan besar di negara tertentu, seperti China. Kondisi ini membuat fitur dan harganya sulit dikendalikan.
"Kalau kita hanya membeli dari luar, praktis kita tidak bisa memodifikasi dan mendesain ulang sistem ini. Kami inginnya ada kerja sama untuk bisa menghasilkan BMS dan VCU untuk kendaraan listrik yang didesain sendiri. Jadi, TKDN pasti akan lebih tinggi dibandingkan membeli," kata Peneliti Pusat AI ITB, Bambang Riyanto Trilaksono.
Pengembangan cip berbasis AI untuk BMS dan VCU ini melibatkan Krakatoa Technologies Pte Ltd yang berbasis di Singapura. PT Allied Harvest Indonesia dan perusahaan itu telah menandatangani nota kerja sama pada akhir 2022. Perusahaan itu menyediakan prosesor dengan arsitektur terbuka bernama RISC-V dan mendesain BMS yang sesuai dengan kebutuhan kendaraan listrik yang dibuat oleh PT Allied Harvest Indonesia. Ini membuat harga lisensi prosesor untuk cip lebih terjangkau dan penambahan fitur lebih mudah, dibandingkan jika menggunakan arsitektur prosesor lainnya.
Baca juga: Menimbang Prospek Cerah Pasar Kendaraan Listrik
Lalu, awal Maret 2023 ini, Krakatoa Technologies Pte. Ltd. mengenalkan PT Allied Harvest Indonesia dan ITB pada mitra manufaktur cip di Malaysia, memiliki ekosistem industri semikonduktor yang baik. Ada Universitas Sains Malaysia di Pulau Pinang dan Universitas Teknologi Malaysia di Johor yang memiliki fasilitas desain dan pembuatan prototipe cip.
Selanjutnya, ada Betamek Berhad Malaysia, di Kuala Lumpur, yang akan merakit cip yang telah didesain dalam bentuk perangkat keras untuk dipasang di dasbor kendaraan. Ekosistem pembuatan cip di Malaysia itu didanai oleh lembaga pemerintah setempat, yaitu The Collaborative Research in Engineering, Science and Technology Centre (CREST).
"Untuk mempercepat komersialisasi kendaraan listrik ini, kami bekerja sama dengan Malaysia yang kuat dengan ekosistem industri semikonduktornya. Namun, ke depan, kami berencana membangun ekosistem industri serupa di Indonesia," kata Jumeidi Alexander, Chief Development Officer Krakatoa Technologies.
Chief Operating Officer Betamek Berhad, Megat Iskandar Hashim, mengatakan, perusahaannya, menyambut baik kerja sama dengan pihak Indonesia. "Kami melihat bahwa satu-satunya cara terbaik untuk berkembang dan menciptakan dunia yang lebih baik adalah dengan bekerja sama," ucapnya.
Dukungan pemerintah
PT Allied Harvest Indonesia pun berharap, ketertarikan pihak luar untuk bekerja sama dalam pengembangan kendaraan listrik karya anak negeri ini juga menstimulasi adanya pendanaan dari pemerintah Indonesia.
Sejauh ini, kendaraan roda tiga listrik telah mulai dipasarkan. Tahun ini, sebanyak 50 unit E-Trike sedang dibuat di pabrik mereka di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Produksi perdana mereka siap dipasarkan ke pemerintah Provinsi Bali.
Pemerintah Bali, kata Herman Sutarto selaku Vice President PT Allied Harvest Indonesia, telah memiliki Rencana Aksi Daerah (RAD) untuk pengembangan infrastruktur kendaraan listrik berkualitas tinggi dan sadar iklim.
"Per Maret ini kita mulai mengirim 50 unit E-Trike ke Bali untuk keperluan logistik. Produksi akan dilakukan bertahap sesuai tahapan pendanaan. Namun, kita estimasi kebutuhan tahun ini saja sudah mendekati ratusan jika digabung dengan provinsi lainnya," kata Sutarto.
Dalam waktu dekat, kata Sutarto, mereka berharap bisa memproduksi lebih banyak E-Trike. Lalu, untuk rencana menengah, PT Allied Harvest Indonesia berniat untuk berinvestasi pada sarana dan prasarana penunjang industri kendaraan listrik di 8 kota besar, yaitu Jakarta, Bali, Bandung, Solo, Surabaya, Palembang, NTT, dan Medan.
Adapun, dalam jangka panjang, perusahaan itu hendak membangun pabrik baterai di Bintan, Kepulauan Riau, dengan nota kesepakatan dan joint venture yang sudah dimiliki dengan C4V, perusahaan baterai yang berbasis di New York, Amerika Serikat. Serta pabrik mikrochip bersama Krakatoa Technologies Pte. Ltd.
Rencana-rencana tersebut optimistis dapat terlaksana dengan kebijakan pemerintah pusat untuk mendukung kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dan pemanfaatan energi hijau.
"Jadi, menurut saya masa depan kendaraan listrik sangat baik. Kebutuhannya pun besar sekali dan PT Allied Harvest Indonesia sudah mengestimasi beberapa keperluan yang ada sehingga kami berani masuk ke pasar," pungkasnya.
Baca juga: Melirik Keuntungan Kendaraan Listrik